BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembahasan puasa
sangat penting untuk dimunculkan. Mengingat banyaknya problematika /
permasalahan yang terjadi di masyarakat. Pertama dikalangan sosial yang
mempunyai cita-cita modern. Karena itu
kita sebagai generasi muda islam dituntut untuk memahami suatu hukum dengan
secara hatihati karena dewasa ini kita telah tahu non muslim telah menggunakan
hal tersebut menjadi senjata ampuh untuk menyesatkan syariat Islam dan
mengotori kesucian Al-Qur’an. Meraka
melancarkan tuduhan, pelecehan dan sebagainya terhadap syariat islam. Sehingga
kaum muslim terkecoh terhadap celaan-celaan terhadap syariat islam
mengakibatkan banyak yang mengingkari adanya puasa dan membantah terhadap suatu
kebenaran.
Oleh karena itu,
pandang kami perlu untuk menyusun sebuah makalah yang membahasa tentang puasa
serta permasalahannya dan manfaat-manfaat atau hikmah-hikmah bagi orang muslim.
Ibadah puasa banyak mengandung aspek
sosial, karena lewat ibadah ini kaum muslimin ikut merasakan penderitaan orang
lain yang tidak dapat memenuhi kebutuhan pangannya seperti yang lain. Ibadah
puasa juga menunjukkan bahwa orang-orang beriman sangat patuh kepada Allah
karena mereka mampu menahan makan atau minum dan hal-hal yang membatalkan puasa.
.
.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN PUASA
Sebelum kita
mengkaji lebih jauh materi puasa, terlebih dahulu kita akan mempelajari
pengertian puasa menurut bahasa dan menurut istilah Shoumu menurut bahasa Arab menahan dari segala sesuatu
seperti menahan tidur, menahan berbicara, menahan makan dan sebagainya. Secara
istilah puasa adalah menahan segala yang membukakan puasa sejak mulai terbit
fajar hingga terbenam matahari disertai dengan
niat.
Artinya:
“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu
fajar” (QS.Al-Baqarah: 187) [1]
Yang dimaksud dengan menahan segala yang membukakan puasa adalah segala hal
yang membatalkan puasa seperti berikut:
1.
Makan dan minum dengan
sengaja . Bagi orang yang makan dan minum dengan sengaja wajib
mengqodhonya menurut semua ulama mazhab. Namun apabila ia lupa kalau ia sedang
berpuasa maka, puasanya tidak batal, dan tidak perlu diqadha
2.
Bersetubuh pada siang
hari dengan sengaja. Sepasang suami isteri bersetubuh pada siang hari pada saat
puasa akan batal puasanya dan wajib mengqadha dan membayar fidiyah. Allah
menghalalkan suami istri bersetubuh pada malam hari, firman allah surat al-Baqarah
ayat 187 yang berbunyi: Artinya : “Dihalalkan
bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu (QS.
Al-Baqarah:187)[2]
3.
Mengeluarkan mani dengan
sengaja. Mengeluarkan mani dengan sengaja dapat membatalkan puasa. Bahkan menurut
Imam Hambali, keluar madzi pun dapat membatalkanpuasa.
4.
Muntah dengan
sengaja Menurut pendapat Immamiyah,
Syafi’i dan Maliki sepakat bahwa muntah membatalkan puasa dan wajib diqadha.
Menurut Hanafi orang muntah tidak batal puasanya kecuali kalau muntahnya
memenuhi mulut. Sedangkan menurut faham Hambali, ada yang sepakat bahwa muntah
dengan terpaksa tidak batal puasa. dan sebagainya.
5.
Berbekam. Menurut hambali berbekam merupakan pembatal
puasa. Mereka berpendapat bahwa yang berbekam dan yang dibekam puasanya sama-sama
batal.
6.
Disuntikdenganbendacair.
Menurut ulama mazhab secara sepakat disuntik dengan benda
cair dapat membatalkan puasa. Bagi yang disuntik, wajib mengqadha’. Namun
menurut pendapat Imamiyah menambah dengan membayar kifarah, kalau yang tidak disuntik
tidak betul-betul dalam keadaan kritis
7.
BercelakBercelak
juga dapat membatalkan puasa, begitulah menurut pendapat
Maliki khusunya, dengan syarat dia bercelak pada waktu siang, dan dia merasakan
rasa celak sampai kerongkongan.
8.
Orang yang
menyelamkan kepalanya dengan air bersama badannya atau tidak dengan badannya. Hal ini menurut
pendapat mayoritas Imamiyah. Dan yang melakukannya wajib mengqadha’-nya dan
membayar kifarah. Tetapi menurut pendapat ulama lain hal ini tidak membatalkan
puasa.
9.
Orang yang sengaja
melamakan dirinya berada dalam junub pada bulan Ramadhan sampai terbitnya fajar. Hal ini menurut
pendapat Imamiyah, dan yang melakukannya wajib mengqadha’-nya dan membayar
kifarah. Tetapi menurut pendapat ulama lain hal ini tidak membatalkan puasa.[3]
Puasa merupakan
salah satu rukun dari beberapa rukun islam. Orang yang mengingkari puasa
berarti ia keluar dari islam, karena puasa seperti sholat, yaitu ditetapkan
dengan keharusan. Firman Allah surat al-Baqarah ayat183 :
Artinya :“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa”(QS.Al-Baqarah:183). [4]
Ayat ini
menunjukkan bahwa puasa bukan hanya diwajibkan kepada kaum muslimin saja, akan
tetapi puasa merupakan syariat allah yang telah dikenal semua agama yang
berketuhanan, dengan cara yang bermacam-macam menurut agama yang mereka anut.
Dengan demikian bahwa Allah SWT telah mewajibkan pada kita untuk berpuasa
sebagai kewajiban yang menyeluruh diantara pemeluk-pemeluk agama yang lain
diantara ummat manusia sejak masa lampau
B. MACAM-MACAM PUASA
1. Puasa wajib
Puasa ini dikerjakan bagi orang-orang dewasa, berakal sehat
dan mampu melaksanakan puasa. Adapun macam-macam puasa adalah sebagai berikut:
a. Puasa di bulan
Ramadhan
Puasa ramadhan adalah puasa yang dilaksanakan pada bulan Ramadhan yang
dilaksanakan selama 29 atau 30 hari. Puasa dimulai pada terbit fajar himgga
terbenam matahari[5].
Puasa ramadhan ini ditetapkan sejak tahun ke-2 H. Puasa ini hukumnya wajib,
yaitu apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan akan mendapat
dosa.Bulan Ramadhan menurut pandangan orang-orang mukmin yang berfikir adalah
merupakan bulan peribadatan yang harus diamalkan dengan ikhlas kepada Allah
SWT. Harus kita sadari bahwa Allah Maha Mengetahui segala gerak-gerik manusia
dan hati mereka .Dalam pelaksanaannya, khusus puasa Ramadhan, kita akan
menjumpai beberapa masalah yang penting dipecahkan antara lain:
1. Cara penempatan
waktu.
Cara mengetahui puasa ini ada 2 macam yaitu: hisab dan
rukyat. Kemajuan teknologi beakangan ini dirasakan semakin mudahkan proses
hisab dan rukiyah tersebut. Disiplin ilmu astronomi dan kelengkapan teknologi
semacam planetrium atau teleskop atau secara khusus ilmu falaq yang berkembang
di dunia Islam, semuanya mendukung vadilitas penetapan waktu puasa. Rukyat : adalah suatu cara untuk menetapkan
awal awal bulan Ramadhan dengan cara melihat dengan panca indera mata timbulnya
/ munculnya bulan sabit dan bila uadara mendung atau cuaca buruk. Sehingga
bulan tidak bisa dilihat maka hendaknya menggunakan istikmal yaitu
menyempurnakan bulan sya’ban menjadi 30 hari. Di Indonesia pelaksanaan rukyat
untuk penetapan puasa Ramadhan telah dikoordinasi oleh Departemen Agama (DEPAG)
RI. Hisab : adalah suatu cara untuk menetapkan
awal bulan Ramadhan dengan cara menggunakan perhitungan secara atsronomi,
sehingga dapat ditentukan secara eksak letak bulan. Seperti cara rukyat yang
telah dikoordinasikan oleh pemerintah, maka cara hisab pun sama. Di Indonesia
penetapan awal dan akhir bulan Ramadhan ini dengan cara yang manapun memang
telah diambil kewenangan koordinatifnya oleh pemerintah.[6]
Adapun
lembaga-lembaga keagamaan seperti Nahdatul Ulama (NU), Muhammadiyah, PERSIS,
Jami’at al-Khair dan sebagainya berfungsi sebagai pemberi masukan hasil rukyat
dan hisabnya dalam rangka pengambilan ketetapan awal dan akhir Ramadhan oleh
pemerintah. Firman Allah SWT surat Yunus ayat 5:
Artinya:“Dia-lah yang menjadikan
matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah
(tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan
tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu
melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada
orang-orang yang Mengetahui”.(QS. Yunus : 5) [7]
SabdaNabiSAWArtinya:“Dari Abu Umar ra: bahwasanya Rasulullah SAW,
menceritakan bulan Ramadhan lalu memukul kedua tangannya lalu bersabda: “Bulan
adalah itu sekian dari sekian bulan,kemudian beliau melengkungkan ibu jarinya
pada perkataan yang ketiga kali (termasuk menunjukkan bahwa bulan itu jumlahnya
terdiri dari 29 hari), maka berpuasalah kamu karena melihat bulan. Jika kamu
sekalian tidak dapat memelihatnya karena tertutup awan / mendukung, maka
pastikanlah bilangan itu menjadi 30 hari.(HR. Muslim)[8]
2. Berpuasa di
daerah kutub
Daerah kutub sebagai daerah yang nampak berberad dengan daerah lainnya
sebahagian besar bumi lainnya, ini membutuhkan konsep hukum dan ayuran-aturan
keagamaan yang berbeda pula.Menurut Syekh Muhammad Syaltut dalam bukunya yang
berjuduk “Al-Fatawa” (fatwa-fatwa) disebutkan bahwa hanya ada dua alternatif
hukum bagi penduduk daerah kutub dalam melaksanakan ibadah shalat dan khusunya
puasa yaitu :
1) Karena di daerah kutub tidak berlaku batasan-batasan waktu
sebagaimana di belahan bumi normal, maka hukum yang berkenaan dengan ibadah
sholat dan puasa dua ibadah yang pelaksanaannya sangat dibatasi oleh unsur
keteraturan waktu tidak berlaku. Penduduk daerah kutub dibebaskan dari
kewajiban shalat dan puasa.
2) Meskipun kondisinya demikian nilai hukum tetap berlaku di
daerah kutub, sebab ajaran islam berlaku untuk segala kondisi dan tempat.
Karena itu ketentuan dipakai untuk daerah kutub adalah mengambil persamaan
dengan daerah yang lainnya yang paling dekat.[9]
b. Puasa Nazar
Puasa nazar adalah orang yang bernazar puasa karena mengiginkan sesuatu,
maka ia wajib puasa setelah yang diinginkannya itu tercapai, dan apabila puasa
nazar itu tidak dilaksanakannya maka ia berdosa dan ia dikenakan denda /
kifarat . Misalnya bernazar untuk lulus keperguruan tinggi, maka ia wajib
melaksanakan puasa nazar tersebut apabila ia berhasil.
Ibnu Majjah meriwayatkan, bahwa seorang wanita bertanya kepada Nabi
Muhammad SAW. Artinya:“Sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia. Ia mempunyai nazar
berpuasa sebelum dapat memenuhinya. Rasulullah SAW menjawab: “Walinya berpuasa
untuk mewakilkannya”.[10]
c. Puasa Kifarat
Puasa kifarat adalah puasa untuk menembus dosa karena melakukan hubungan
suami isteri (bersetubuh) disiang hari pada bulan Ramadhan, maka denda
(kifaratnya) berpuasa dua bulan berturut-turut
2. Puasa Sunnah
Puasa sunnah adalah puasa yang bila dikerjakan mendapat
pahala dan apabila dikerjakan tidak mendapat dosa. Adapun puasa sunnah adalah
sebagai berikut:
a. Puasa enam hari pada
bulan syawal
Disunnahkan bagi mereka yang telah menyelesaikan puasa
Ramadhan untuk mengikutinya dengan puasa enam hari pada bulan Syawal.
Pelaksanaannya tidak mesti berurutan, boleh kapan saja selama masih dalam bulan
Syawal, karena puasa enam hari pada bulan Syawal ini sama dengan puasa setahun
lamanya. Akan tetapi diharamkan pada tanggal 1 syawal karena ada hari raya Idul
Fitri. Dalam sebuah hadits dikatakan yang artinya: Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa yang berpuasa pada bulan
Ramadhan, kemudian diikuti dengan berpuasa enam hari pada bulan Syawal, maka
sama dengan telah berpuasa selama satu tahun" (HR. Muslim). [11]
b. Puasa Arafah
Orang yang tidak melaksanakan ibadah haji, disunnatkan untuk
melaksanakan puasa pada tanggal sembilan Dzulhijjah atau yang sering disebut
dengan puasa Arafah. Disebut puasa Arafah karena pada hari itu, jemaah haji
sedang melakukan Wukuf di Padang Arafah. Sedangkan untuk yang sedang melakukan
ibadah Haji, sebaiknya tidak berpuasa. Nabi Muhammad SAW bersabda:Dari Abu
Qotadah al-Anshory Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
Sallam pernah ditanya mengenai puasa hari Arafah, lalu beliau menjawab:
"Ia menghapus dosa-dosa tahun lalu dan yang akan datang.: (Riwayat Muslim)
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang untuk berpuasa hari raya arafah di
Arafah. (Riwayat Imam Lima selain Tirmidzi. Hadits shahih menurut Ibnu
Khuzaimah dan Hakim. Hadits munkar menurut Al-'Uqaily.) [12]
c. Puasa Senin
Kamis
Rasulullah saw bersabda yang Artinya dari Aisyah : Nabi
Muhammad SAW memilih waktu puasa hari senin kamis.
d. Puasa pada bulan
sya’ban
Dalam berbagai keterangan disebutkan bahwa Rasulullah saw
berpuasa pada bulan Sya'ban hampir semuanya. Beliau tidak berpuasa pada bulan
tersebut kecuali sedikit sekali . Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits
berikut ini yang artinya: Siti Aisyah berkata: "Adalah Rasulullah saw seringkali berpuasa, sehingga kami berkata:
"Beliau tidak berbuka". Dan apabila beliau berbuka, kami berkata:
"Sehingga ia tidak berpuasa". Saya tidak pernah melihat Rasulullah
saw berpuasa satu bulan penuh kecuali pada bulan Ramadhan. Dan saya juga tidak
pernah melihat beliau melakukan puasa sebanyak mungkin kecuali pada bulan
Sya'ban" (HR. Bukhari dan Muslim).[13]
e. Puasa As-Syura’
Puasa ini dikerjakan pada tanggal sembilan dan sepuluh
Muharram. Hadist Rasulullah Saw yang berbunyi: "Rasulullah saw bersabda:
"Puasa Asyura itu (puasa tanggal sepuluh Muharram), dihitung oleh Allah
dapat menghapus setahun dosa yang telah lalu" (HR. Muslim). Demikian juga
sunnah hukumnya melakukan puasa pada tanggal sembilan Muharram. Hadist
Rasulullah: Ibn Abbas berkata:
"Ketika Rasulullah saw berpuasa pada hari Asyura', dan beliau
memerintahkan untuk berpuasa pada hari tersebut, para sahabat berkata: "Ya
Rasulullah, sesungguhnya hari Asyura itu hari yang dimuliakan oleh orang Yahudi
dan Nashrani". Rasulullah saw menjawab: "Jika tahun depan, insya
Allah saya masih ada umur, kita berpuasa bersama pada tanggal sembilan Muharramnya".
Ibn Abbas berkata: "Belum juga sampai ke tahun berikutnya, Rasulullah saw
keburu meninggal terlebih dahulu" (HR. Muslim). [14]
3. Puasa Haram
a. Puasa pada tanggal 1 syawal dan 10
Dzulhijjah
Artinya:
"Rasulullah saw melarang puasa pada dua hari: Hari Raya Idul Fitri dan
Idul Adha" (HR. Bukhari Muslim). [15]
b. Puasa Hari
Tasyrik tanggal 11, 12, 13 bulan Dzulhijjah
Para ulama juga telah sepakat bahwa puasa pada hari Tasyrik
(tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah) diharamkan. Hanya saja, bagi orang yang
sedang melaksanakan ibadah haji dan tidak mendapatkan hadyu (hewan sembelihan
untuk membayar dam), diperbolehkan untuk berpuasa pada ketiga hari tasyrik
tersebut. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini:
Artinya: Siti
Aisyah dan Ibn Umar berkata: "Tidak diperbolehkan berpuasa pada hari-hari
Tasyrik, kecuali bagi yang tidak mendapatkan hadyu (hewan sembelihan)"
(HR. Bukhari).[16]
c. Puasa pada hari
yang diragukan (hari syak/hari ragu)
Apabila seseorang melakukan puasa sebelum bulan Ramadhan
satu atau dua hari dengan maksud untuk hati-hati takut Ramadhan terjadi pada
hari itu, maka puasa demikian disebut dengan puasa ragu-ragu dan para ulama
sepakat bahwa hukumnya haram. Hal ini sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah
saw:
Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Seseorang tidak
boleh mendahului Ramadhan dengan jalan berpuasa satu atau dua hari kecuali bagi
seseorang yang sudah biasa berpuasa, maka ia boleh berpuasa pada hari
terebut" (HR. Bukhari Muslim).
4. Puasa Makruh
a.
Berpuasa pada hari jum’at
Berpuasa hanya pada
hari Jum'at saja termasuk puasa yang makruh hukumnya, kecuali apabila ia
berpuasa sebelum atau setelahnya, atau ia berpuasa Daud lalu jatuh pas hari
Jumat, atau juga pas puasa Sunnat seperti tanggal sembilan Dzuhijjah itu,
jatuhnya pada hari Jum'at. Untuk yang disebutkan di akhir ini, puasa boleh
dilakukan, karena bukan dengan sengaja hanya berpuasa pada hari Jum'at.
Dalil larangan hanya berpuasa pada hari Jum'at saja
adalah: Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Seseorang tidak boleh berpuasa
hanya pada hari Jum'at, kecuali ia berpuasa sebelum atau sesudahnya" (HR.
Bukhari Muslim). [17]
b. Puasa setahun penuh (puasa dahr)
Puasa dahr adalah
puasa yang dilakukan setahun penuh. Meskipun orang tersebut kuat untuk
melakukannya, namun para ulama memakruhkan puasa seperti itu. Hal ini
sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini:
Artinya: Umar
bertanya: "Ya Rasulallah, bagaimana dengan orang yang berpuasa satu tahun
penuh?" Rasulullah saw menjawab: "Ia dipandang tidak berpuasa juga
tidak berbuka" (HR. Muslim). [18]
c. Puasa Wishal
Puasa wishal adalah puasa yang tidak memakai sahur juga
tidak ada bukanya, misalnya ia puasa satu hari satu malam, atau tiga hari tiga
malam. Puasa ini diperbolehkan untuk Rasulullah saw dan Rasulullah saw biasa
melakukannya, namun dimakruhkan untuk ummatnya. Hal ini berdasarkan hadits yang
artinya : Artinya: Rasulullah saw
bersabda: "Janganlah kalian berpuasa wishal" beliau mengucapkannya
sebanyak tiga kali. Para sahabat bertanya: "Ya Rasulullah, anda sendiri
melakukan puasa wishal?" Rasulullah saw bersabda kembali: "Kalian
tidak seperti saya. Kalau saya tidur, Allah memberi saya makan dan minum. Oleh
karena itu, perbanyaklah dan giatlah bekerja sekemampuan kalian" (HR.
Bukhari Muslim).[19]
C. HIKMAH-HIKMAH PUASA
1.
Bertakwa dan menghambakan diri kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala, takwa adalah meninggalkan keharaman, istilah itu secara mutlak
mengandung makna mengerjakan perintah, meninggalkan larangan , Firman Allah
SWT: Artinya: “Hai orang-orang yang
beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang
sebelum kamu agar kamu bertakwa”(QS. Al-Baqarah: 183)[20]
2.
Puasa adalah serupa dengan revolusi jiwa untuk merombak cara
dan kebiasaan yang diinginkan oleh manusia itu, sehingga mereka berbakti pada
keinginannya dan nafasnya itu berkuasa padanya
3.
Puasa menunjukkan pentingnya seseorang merasakan pedihnya
laparmaupun tidak dibolehkan mengerjakan sesuatu. Sehingga tertimpa pada
dirinya dengan suatu kemiskinan atau hajatnya tidak terlaksana. Dengan sendirinya
lalu bisa merasakan keadaan orang lain, bahkan berusaha untuk membantu mereka
yang berkepentingan dalam hidup ini.
4.
Puasa dapat menyehatkan tubuh kita, manfaat puasa bagi
kesehatan adalah sebagai berikut:
a)
Puasa membersihkan tubuh dari sisa metabolisme. Saat
berpuasa tubuh akan menggunakan zat-zat makanan yang tersimpan. Bagian pertama
tubuh yang mengalami perbaikan adalah jaringan yang sedang lemah atau sakit.
b)
Melindungi tubuh dari penyakit gula. Kadar gula darah
cenderung turun saat seseorang berpuasa. Hal ini memberi kesempatan pada
kelenjar pankreas untuk istirahat. SepertiAnda ketahui, fungsi kelenjar ini
adalah menghasilkan hormon insulin.
c)
Menyehatkan sistem pencernaan. Di waktu puasa, lambung dan
sistem pencernaan akan istirahat selama lebih kurang 12 sampai 14 jam, selama
lebih kurang satu bulan. Jangka waktu ini cukup mengurangi beban kerja lambung
untuk memroses makanan yang bertumpuk dan berlebihan.Puasa mengurangi berat
badan berlebih. Puasa dapat menghilangkan lemak dan kegemukan, secara ilmiah
diketahui bahwa lapar tidak disebabkan oleh kekosongan perut. Tetapi juga
disebabkan oleh penurunan kadar gula dalam darah[21]
BAB III
KESIMPULAN
1.
Puasa adalah menahan diri dari segala yang membatalkan mulai
dari terbit fajar hingga terbenam matahari disertai dengan niat
2.
Awal ditetapkannya puasa ramadhan yaitu pada tahun 2
Hijriyah
3.
Pelaksanaan puasa sudah diwajibkan atas umat tedahulu
sebelum nabi Muhammad
4.
Puasa bukan membuat kita sakit, akan tetapi dapat
menyehatkan kita.
5.
Ada keringanan bagi
orang-orang yang tidak bisa melasanakan puasa karena hal-hal tertentu seperti
sakit, musafir, sudah tua dan lain-lain
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama.
Al-Qura’an dan Terjemahannya. Yayasan Penterjemah/pentafsir Al-Quran : Jakarta .1971
Sabiq Sayyid, Fiqh Sunnah 12, Penerbit Pustaka,
Bandung, 1988
Syarabasyi Ahmad,
Bahreisj Husein, Himpunan Fatwa. Al-Ikhlas, Surabaya, 1987
Mughniyah Jawad
Muhammad, Fiqih Lima Mazhab. Lentera, Jakarta, 2004
Al-Hafidz Ibnu
Hajjar Ashqolani Al-Hafidz Ibnu Hajjar Kitab
Hadist Bulughul Maram
Bahreisy Husein, Pedoman Fiqih Islam. Al-Ikhlas, Surabaya, 1981
[1] Departemen
Agama. Al-Qura’an dan Terjemahannya. Yayasan Penterjemah/pentafsir Al-Quran
: Jakarta .1971
[2] Departemen
Agama. Al-Qura’an dan Terjemahannya.
[4] Departemen
Agama. Al-Qura’an dan Terjemahannya.
[7] Departemen
Agama. Al-Qura’an dan Terjemahannya.
[20] Departemen
Agama. Al-Qur’an dan terjemahannya