BAB I
PEMBAHASAN
A. Silsilah Nabi
Muhammad SAW.
Dikala umat manusia dalam kegelapan
dan kehilangan pegangan hidupnya, lahirlah kedunia dari keluarga yang
sederhana, di kota makkah, seorang bayi yang kelak membawa perubahan besar bagi
sejarah peradaban dunia. Bayi itu yatim ; Bapaknya yang bernama Abdullah
meninggal ± 7 bulan sebelum lahir. Kehadiran bayi itu disambut oleh kakeknya
Abdul Muthallib dengan penuh kasih saying dan bayi itu dibawanya ke kaki
ka’bah. Ditempat suci inilah bayi itu diberi nama Muhammad suatu nama yang
belum pernah ada sebelumnya. Menurut penanggalan para ahli, kelahiran Nabi
Muhammad itu pada tanggal 12 rabiul awal tahun gajah atau tanggal 20 April
tahun 571 M.[1]
Adapun
sebab dinamakan tahun gajah dari kelahiran nabi, karena pada tahun itu, kota
makkah diserang oleh suatu pasukan tentara orang nasrani yang kuat di bawah
pimpinan abrahah, gubernur dari kerajaan Abessinia yang memerintah di Yaman,
dan mereka bermaksud menghancurkan Ka’bah.Pada waktu itu Abrahah berkendaraan
gajah. Belum lagi maksud menghancurkan ka’bah mereka sudah dihancurkan oleh
Allah. SWT. Dengan mengirimkan burung Ababil.
Nabi
Muhammad adalah keturunan dari qushai pahlawan suku quraisy yang berhasil
menggulingkan kekuasaan khuza’ahatas kota makkah. Ayahnya bernama Abdullah bin
Abdul Muthalib bin Hisyam bin Abdu manaf bin qushai bin kilab bin murah dari
golongan Arab bani Ismail. Ibunya bernama Aminah binti Wahab bin Abdumanaf bin
Zuhrah bin kilab bin murrah. Disinilah silsilah keturunan ayah dan ibu Nabi
Muhammad SAW. Bertemu, baik keluarga dari pihak bapak maupun ibu keduanya
termasuk golongan bangsawan dan
terhormat dalam kalangan kabilah-kabilah Arab.
Sudah
menjadi kebiasaan pada orang-orang Arab kota Makkah terutama pada orang-orang
yang tergolong bangsawan, menyusukan dan menitipkan bayi-bayi mereka pada
wanita badiah (dusun di padang pasir) agar bayi-bayi itu dapat menghirup hawa
yang bersih, terhindar dari penyakit-penyakit kotor dan supaya bayi-bayi itu
dapat berbicara dengan bahasa yang murni dan fasih. Demikianlah halnya nabi
Muhammad SAW. Beliau diserahkan oleh ibunya kepada seorang perempuan yang baik
yaitu halimatussa’diah dari bani sa’ad kabilah hawazim, tempatnya tidak jauh
dari kota makkah. Diperkampungan bani sa’ad inilah nabi Muhammad SAW di asuh
dan dibesarkan sampai berusia 5 tahun.
Setelah berusia 5 tahun nabi
Muhammad kembali diantarkan ke makkah kepada ibunya siti Aminah, setahun
kemudian kira-kira berusia 6 tahun beliau dibawa oleh ibunya ke madinah bersama
ummu aiman sahaya peninggalan ayahnya. Setelah satu bulan nabi Muhammad SAW.
Kembali ke makkah. Dalam perjalanan mereka pulang pada suatu tempat, Abwa
namanya tiba-tiba Aminah jatuh sakit sehingga meninggal di situ, dan dimakamkan
disitu juga( Abwa ialah nama sebuah desa yang terletak antara madinah dan
zuhfah, kira-kira sejauh 23 mil
disebelah selatan kota madinah.[2]
Setelah itu nabi Muhammad tinggal
dan diasuh oleh kakeknya pada waktu itu kakeknya mendekati 80 tahun, tetapi
tidak lama kemudian berselang 2 tahun kakeknya yang baik hati itu meninggal
pula dalam usia 80 tahun ketika itu nabi Muhammad SAW. Berusia 8 tahun, sesuai
dengan wasiat Abdul Muthalib Nabi Muhammad SAW. Diasuh oleh pamannya Abu Thalib.
Berikut ini silsilah dari Bani Qushai
/Abdumanaf/silsilah Rasulullah Nabi Muhammad SAW. [3]
|
Catatan :
- Dalam kolom istri terdapat kotak dengan garis luar berwarna kuning menunjukkan bahwa yang bersangkutan sudah wafat sebelum Rasulullah SAW wafat. Sedangkan kotak dalam kolom istri yang bergaris luar hijau adalah istri-istri beliau yang masih hidup saat beliau wafat. Yang terakhir ini berjumlah 10 (sepuluh) orang. Informasi yang beredar yang menyatakan bahwa beliau SAW wafat meninggalkan 9 (sembilan) orang istri adalah tidak menyertakan sayyidah Mariyah RA mengingat status wanita mulia ini yang berasal dari budak yang (di kemudian hari) dimerdekakan oleh Rasulullah SAW. Itu sebabnya sayyidah Mariyah RA tidak dikategorikan sebagai ummahaat al mu'miniin.
- Hanya 2 (dua) orang istri dari 12 (dua belas) istri yang memberikan keturunan kepada Rasulullah SAW, yaitu sayyidah Khadijah RA dan sayyidah Mariyah RA. Yang pertama memberikan 6 (enam) orang putra-putri sedangkan yang kedua memberikan 1 (satu) orang putra.
- Beliau SAW memiliki 2 (dua) orang istri yang bernama sama (Zaynab). Untuk membedakannya, biasanya orang Arab memasang nama orang tua di belakang nama sebenarnya. Pertama, Zaynab binti Khuzaymah (dalam gambar kami diberi tanda huruf khaa') dan Zaynab binti Jahsy (baca: Jahs) yang dinikahi beliau SAW satu tahun setelah menikahi Zaynab Khuzaymah.
- Seluruh putra beliau SAW meninggal di usia anak-anak.
- Seluruh putra-putri beliau wafat di saat beliau SAW masih hidup kecuali sayyidah Fathimah RA yang wafat 6 (enam bulan) setelah beliau SAW wafat (berdasarkan salah satu informasi).
- Sayyiduna Utsman RA menikahi dua putri Rasulullah SAW; 1) Ruqayyah RA, menghasilkan satu orang putra. 2) Ummu Kultsum RA, yang dinikahi setelah Ruqayyah RA wafat. Karena inilah Utsman RA dijuluki Dzunnuurayn (seorang lelaki yang memiliki "dua cahaya").
- Sayyiduna Umar bin Al Khaththab RA pernah menikahi putri sayyidina Ali bin Abu Thalib RA yang bernama Ummu Kultsum RA. Bahkan dari pernikahan ini sayyiduna Umar RA dikaruniai 2 orang anak, putra dan putri. Informasi valid ini mematahkan informasi Syi'ah yang beredar mengenai "ketidak-eratan" hubungan kedua shahabat tersebut (semoga Allah meridhai keduanya).
- Dalam tradisi arab (juga Islam) anak wanita tidak dapat melanjutkan silsilah keluarga. Dengan demikian cucu-cucu beliau SAW, yang notabenenya datang dari pihak putri-putri beliau tidak memberikan kelanjutan silsilah Rasulullah SAW. Meskipun demikian dalam faktanya, Al Qur`an mengemukakan keterangan yang berbeda dengan tradisi ini sebagaimana dijelaskan dalam Al Ahzaab; 33. Ayat ini mengungkapkan secara eksplisit pengakuan terhadap cucu-cucu beliau SAW sebagai bagian dari ahlul bayt yang amat disucikan.
B. Kehidupan Pada Zaman Rasul
Sebelum orang madinah memeluk agama islam, mereka menganut
paham animisme dan menyembah benda benda yang dianggap bisa memberi keajaiban.
Tetapi setelah islam datang, secara perlahan, orang madinah mulai memeluk
ajaran islam yang disebarkan oleh para sahabat nabi. Waktu itu salah satu cara
yang ditempuh nabi Muhammad SAW dalam menyebarkan agama islam adalah dengan
mengirimkan sahabat ke berbagai penjuru tanah arab. Ini adalah sebuah strategi
yang sangat cemerlang, karena hampir tak ada satupun orang orang kepercayaan
Rosul yang melakukan pengkhianatan. Bahkan beberapa ahli dan pengamat dari luar
teramat kagum dengan cara Nabi dalam menggembleng mental para sahabat. Dalam
beberapa pujiannya, para ahli ini menggambarkan apa yang dilakukan Nabi
Muhammad SAW terhadap sahabatnya kelak akan menjadi kekuatan dahsyat yang tak
tertandingi. Begitu cerdiknya ramalan ahli ini hingga apa yang mereka katakan
memang menjadi kenyataan di kemudian hari. Dalam waktu yang relatif singkat,
Islam berhasil mencapai masa keemasan tanpa pernah menjadi ancaman bagi orang
lain. Ajaran islam yang rahmatal lil alamin mampu melindungi semua umat manusia
yang ada di bumi.
Mengapa
mesti mengaitkan Nabi Muhammad SAW dengan masyarakat madinah, adakah
keterikatan yang bersifat khusus? Berdasarkan penjelasan sejarah Islam,
masyarakat madinah begitu gembira saat mengetahui jika rosul akan hijrah ke
wilayah madinah. Saking gembiranya hingga mereka tak sabar menunggu
kehadiran nabi Muhammad SAW. Begitu Rosululloh SAW sampai di tanah madinah,
masyarakat larut dalam kegembiraan yang tak terkira. Bahkan sebagian riwayat
menyatakan jika masyarakat madinah belum pernah mendapat kegembiraan dan kebahagiaan
yang lebih besar seperti saat kehadiran nabi di tengah tengah mereka. Semua
orang yang menyambut kedatangan nabi,menawarkan agar nabi mau bertempat tinggal
di rumahnya, semua orang merengek rengek meminta agar Nabi Muhammad SAW
bersedia tinggal serumah dengan para pemohonnya. tapi nabi bukanlah orang
manusia biasa, beliau hargai semua tawaran penduduk. Agar nabi bisa bertindak
adil, maka beliau membiarkan untanya untuk berkeliling di sekitar rumah
penduduk. bagi penduduk madinah yang nanti akan dipilih nabi adalah yang runah
tersebut menjadi tempat berhentinya unta yang Rousl miliki.
Dengan
cara demikian maka tak ada satupun penduduk yang merasa dikecewakan
keinginannya. Kehidupan masyarakat madinah dari hari ke hari terus mencapai
kemajuan dan kemakmuran. Setiap pembagian zakat fitrah maupun zakat mal, hampir
tak ada yang pantas menerimanya, sebab secara ekonomi mereka telah menjadi
orang kaya dan tercukupi kebutuhannya. Ya… kehidupan bersama rosul adalah era
kehidupan terbaik, setiap masalah selaluada jalan keluarnya, tak ada satupun
manusia yang diperlakukan tidak adil. Semua mencapai kesejahteraan baik secara
jasmani maupun pencerahan rohaninya. Kalau kini umat islam lemah bukan karena
ajaran agama yang dianut salah, tetapi lebih karena kita hanya bergama untuk
hal hal yang bersifat ritual saja, badan sholat, tetapi kelicikan daan
kedengkian masih nyaman menyelinap di dalam hati.
a.
Nabi Muhammad Memperoleh Gelar
Ketika Muhammad berumur 35 tahun, ia bersatu dengan orang-orang Quraisy
dalam perbaikan Ka’bah. Ia pula yang memberi keputusan di antara mereka tentang
peletakan Hajar al-Aswad di tempatnya. Saat itu ia sangat masyhur di antara
kaumnya dengan sifat-sifatnya yang terpuji. Kaumnya sangat mencintainya, hingga
akhirnya ia memperoleh gelar Al-Amin yang artinya “orang yang dapat dipercaya”.
Diriwayatkan pula bahwa Muhammad percaya sepenuhnya dengan ke-Esaan Tuhan.
Ia hidup dengan cara amat sederhana dan membenci sifat-sifat angkuh dan
sombong. Ia menyayangi orang-orang miskin, para janda dan anak-anak yatim serta
berbagi penderitaan dengan berusaha menolong mereka. Ia juga menghindari semua
kejahatan yang biasa di kalangan bangsa Arab pada masa itu seperti berjudi,
meminum minuman keras, berkelakuan kasar dan lain-lain, sehingga ia dikenal
sebagai As-Saadiq yang memiliki arti “yang benar”.
Muhammad dilahirkan di tengah-tengah masyarakat terbelakang yang senang
dengan kekerasan dan pertempuran dan menjelang usianya yang ke-40, ia sering
menyendiri ke Gua Hira’ sebuah gua bukit sekitar 6 km sebelah timur kota
Mekkah, yang kemudian dikenali sebagai Jabal An Nur. Ia bisa berhari-hari
bertafakur dan beribadah disana dan sikapnya itu dianggap sangat bertentangan
dengan kebudayaan Arab pada zaman tersebut dan di sinilah ia sering berpikir
dengan mendalam, memohon kepada Allah supaya memusnahkan kekafiran dan
kebodohan.
Pada suatu malam sekitar tanggal 17 Ramadhan/ 6 Agustus 611, ketika
Muhammad sedang bertafakur di Gua Hira’, Malaikat Jibril mendatanginya. Jibril
membangkitkannya dan menyampaikan wahyu Allah di telinganya. Ia diminta
membaca. Ia menjawab, “Saya tidak bisa membaca”. Jibril mengulangi tiga kali
meminta agar Muhammad membaca, tetapi jawabannya tetap sama. Akhirnya, Jibril
berkata:
Bacalah
dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah, dengan nama Tuhanmu yang Maha Pemurah, yang mengajar manusia dengan
perantaraan (menulis, membaca). Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.(Al-Alaq 96: 1-5)[4]
Ini merupakan wahyu pertama yang diterima oleh Muhammad. Ketika itu ia
berusia 40 tahun 6 bulan 8 hari menurut perhitungan tahun kamariah (penanggalan
berdasarkan bulan), atau 39 tahun 3 bulan 8 hari menurut perhitungan tahun
syamsiah (penanggalan berdasarkan matahari). Setelah pengalaman luar biasa di
Gua Hira tersebut, dengan rasa ketakutan dan cemas Muhammad pulang ke rumah dan
berseru pada Khadijah untuk menyelimutinya, karena ia merasakan suhu tubuhnya
panas dan dingin secara bergantian. Setelah hal itu lewat, ia menceritakan pengalamannya
kepada sang istri. Untuk lebih menenangkan hati suaminya, Khadijah mengajak
Muhammad mendatangi saudara sepupunya, yaitu Waraqah bin Naufal, yang banyak
mengetahui nubuat tentang nabi terakhir dari kitab-kitab suci Kristen dan
Yahudi. Mendengar cerita yang dialami Muhammad, Waraqah pun berkata, bahwa ia
telah dipilih oleh Tuhan menjadi seorang nabi. Kemudian Waraqah menyebutkan
bahwa An-Nâmûs al-Akbar (Malaikat Jibril) telah datang kepadanya, kaumnya akan
mengatakan bahwa ia seorang penipu, mereka akan memusuhi dan melawannya.
Wahyu turun kepadanya secara berangsur-angsur dalam jangka waktu 23 tahun.
Wahyu tersebut telah diturunkan menurut urutan yang diberikan Muhammad, dan
dikumpulkan dalam kitab bernama Al Mushaf yang juga dinamakan Al- Qur’an
(bacaan). Kebanyakan ayat-ayatnya mempunyai arti yang jelas, sedangkan
sebagiannya diterjemahkan dan dihubungkan dengan ayat-ayat yang lain. Sebagian
ayat-ayat adapula yang diterjemahkan oleh Muhammad sendiri melalui percakapan,
tindakan dan persetujuannya, yang terkenal dengan nama As-Sunnah. Al-Quran dan
As-Sunnah digabungkan bersama merupakan panduan dan cara hidup bagi “mereka
yang menyerahkan diri kepada Allah”, yaitu penganut agama Islam.
DAFTAR ISI
Prof. T.M. hasbi
Ashshiddiqi. Sejarah Ringkas Nabi
Muhammad SAW. Yayasan Penterjemah/pentafsir Al-Quran : Jakarta .1971
Ibnu Katsir Qishahul Anbiya (Kisah Para Nabi. Amelia
: Surabaya. 2008
http//google.search.
Silsilah Nabi Muhammad SAW.
Kementerian Agama.
Al-Qur’an dan Terjemahan.