TGL
PENYERAHAN RESUME :
NAMA : BADRUSSALAM MUCHTAR,
S.Pd.I
UTUSAN : MATHLA’UL ANWAR
MATA
KULIAH : WAWASAN KEBANGSAAN
DOSEN : Dr. WAWAN. H. PURWANTO
JENIS
TUGAS : RESUME
TGL.
MATERI : MINGGU, 30 JUNI 2013
Dari
Mata Kuliah Wawasan Kebangsaan dapat diambil beberapa kesimpulan (Resume)
diantaranya :
1. Pemilihan umum (Pemilu) merupakan program
pemerintah setiap lima tahun sekali dilaksanakan di seluruh wilayah Negara
kita. Pemilu merupakan implementasi dari salah satu ciri demokrasi dimana
rakyat secara langsung dilibatkan, diikutsertakan didalam menentukan arah dan
kebijakan politik Negara untuk lima tahun kedepan.
2. Pada saat ini pemilu
secara nasional dilakukan dua macam yaitu pemilihan anggota legislatif (Pileg)
dimana rakyat memilih wakil-wakilnya untuk duduk di lembaga legislatif baik
anggota DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota. Disamping itu diselenggarakan pula Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
(Pilpres) secara langsung oleh rakyat sesudah Pemilihan anggota legislatif
dilaksanakan.
3. Penyelenggaraan pemilu yang selama ini
terkesan kaku, dengan segala kompleksitas persoalan yang mengiringinya, bagi
beberapa kalangan, tentu mendatangkan kejenuhan. Intrik politik yang dibarengi
kecurangan dengan menghalalkan berbagai cara, bisa memunculkan sikap apatisme
pada proses pemilu itu sendiri. Dalam konteks ini, membayangkan sebuah pemilu
yang bisa menghibur dan membuat semua orang menjadi senang, bukan sekadar
pemilihan (election), namun menjadi sebuah pesta demokrasi yang menghibur
(electainment) menjadi tantangan tersendiri bagi KPU dan seluruh pihak yang
berkepentingan dengan pemilu.
4. Pemilu itu bukan hanya intrik politik, adu
strategi antar kandidat untuk menjadi pemenang. Tapi harusnya juga bisa
dinikmati oleh seluruh rakyat, sebagai sebuah pesta demokrasi, sebagai hiburan.
Jangan lagi ada kekerasan, yang ada adalah kegembiraan. Jika penyelenggaraan
pemilu dapat terlaksana seperti apa yang dibayangkan , tingkat partisipasi
masyarakat juga pasti akan tinggi.
5. Hal ini kemudian menjadi target bagi KPU
sebagai lembaga penyelenggara Pemilu yang bersifat nasional, tetap dan mandiri
sebagaimana amanat dari Undang – Undang NKRI tersebut. Dengan keyakinan itu
pula, KPU secara gamblang memprediksi pada Pemilu 2014 nanti, tingkat partisipasi
masyarakat diharapkan bisa mencapai minimal 75 persen. Angka peningkatan
partisipasi masyarakat dapat terwujud secara kuantitas maupun kualitas.
6. Untuk mencapai target tersebut, KPU akan
menggagas program-program yang bisa dinikmati oleh masyarakat, namun dengan
biaya yang relatif murah. Salah satu program yang akan digelar oleh KPU berupa
kegiatan “jalan sehat untuk pemilu sehat” yang diikuti serentak oleh KPU, KPU
provinsi, dan KPU kabupaten/kota se-Indonesia. Ide tersebut dianggap tidak
mahal, namun menyenangkan banyak orang. Dan tidak menutup kemungkinan
dilaksanakan kegiatan lain, misalnya mengadakan event-event olahraga, atau apa
saja. Intinya kegiatan yang bisa menggiring persepsi dan pemahaman semua orang
bahwa pemilu itu sesuatu yang menghibur bagi masyarakat.
7. KPU tentu saja tidak dapat mewujudkan
gagasan menjadikan pemilu sebagai sebuah electainment itu sendirian. Semua
pihak yang memiliki kepentingan dengan pemilu, harus turut memainkan perannya
masing-masing dengan elegan dan cara-cara yang soft.
8. Di lain pihak, kekuasaan pemerintahan yang
ada saat ini tidak terlepas dari perjalanan politik di masa lalu. Hadirnya
penguasa ataupun para oposisi tidak serta merta muncul tanpa proses politik.
Mereka muncul setelah melalui proses panjang sejarah yang dilaluinya lewat
political struggle (pertarungan politik), ideology diffuses (pembauran
ideologi), international conspiracy (konspirasi internasional), serta aksi-aksi
politik lainnya. Hingga akhirnya seperti layaknya hukum barbar, siapa yang kuat
maka merekalah yang bertahan. Gambaran dan peta perpolitikan di Indonesia saat
ini tidak lepas dari peran dan fungsi partai politik dan masyarakat sendiri
sebagai pelaku politik.
9. Partai politik dalam hubungannya dengan
sistem sosial politik memainkan berbagai fungsi, salah satunya pada fungsi
input, dimana partai politik menjadi sarana sosialisasi politik, komunikasi
politik, rekruitmen politik, agregasi kepentingan, dan artikulasi kepentingan.
Lalu apa sajakah sebenarnya fungsi partai politik dalam hubungannya dalam
kemauan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum atau pemilu,
apabila melihat keadaan sekarang dimana partai politik telah dipandang sebelah
mata oleh masyarakat yang merasa bahwa partai politik tidak lagi membawa
aspirasi masyarakat melainkan keberadaannya hanya dianggap sebagai kendaraan
politik yang dipakai oknum-oknum tertentu. Terlebih jumlah partai selama ini
sangat fluktuatif dan tidak jarang membingungkan masyarakat awam.
10. Tidak jarang
banyaknya partai politik yang membingungkan masyarakat dan adanya partai tidak
lagi memiliki fungsi seperti yang mereka harapkan membuat masyarakat menjadi
kurang motivasi untuk berperan sebagai pemilih dalam pemilu dan cenderung
menjadi golput (golongan putih) yang menolak memilih.
11. Dalam setiap Pemilu, masalah Golongan Putih
(Golput) sering menjadi wacana yang hangat dan krusial. Meski tidak terlalu
signifikan, tetapi ada kecenderungan atau trend peningkatan jumlah Golput dalam
setiap pemilihan. Bahkan Golput adalah jumlah terbesar di hampir setiap
pemilihan di gelar.
12. Di masa lalu (Orde Baru), aktor-aktor yang
terlibat dalam proses pembuatan kebijakan publik sangat terbatas dan hanya
berkisar di lingkaran kecil elit birokrasi dan militer. Sehingga beragam
artikulasi kepentingan di luar birokrasi lebih banyak ditanggapi melalui proses
klientelisme atau penyerapan (absorsi) tanpa proses pelibatan aktor extra
state.
13. Dalam posisi seperti itu, masyarakat hanya
dibutuhkan apabila diundang (invited space) oleh birokrasi negara. Atau bahkan,
lebih banyak dilibatkan dalam kerangka mobilisasi dibandingkan partisipasi.
Setelah reformasi digulirkan pada tahun 1998, aktor-aktor yang terlibat dalam
proses politik semakin plural dan semarak. Kalau di masa lalu, aktor politik
yang dominan hanyalah birokrasi dan militer, maka saat ini aktor yang terlibat
sangat beragam dan tersegmentasi menurut garis profesi, kelas, kelompok,
kepentingan dan lain-lain.
14. Beberapa partai
politik yang secara faktual telah resmi menjadi peserta Pemilu 2014 pun sempat
terguncang dengan beberapa turbulensi (hempasan) yang cukup kuat, mulai dari
persoalan korupsi yang menjerat beberapa kader partai, kasus suap dan bahkan
perpecahan yang terjadi dalam internal partai. Namun terlepas dari hal itu semua, partai politik harus siap dalam
mengikuti Pemilu 2014 dengan segala konsekuensinya. Partai politik suka tidak
suka harus menyiapkan berbagai strategi dalam rangka merebut hati masyarakat,
agar masyarakat memilih partai dan caleg yang diusungnya pada Pemilu 2014.
15. Nyaris semua partai politik di lingkungan
internalnya tengah menggodok proses penyusunan formasi bakal calon legislative
(bacaleg) yang akan diusung dalam Pemilu 2014 mendatang. Sejumlah kabar baik di
media massa eletronik, cetak dan bahkan ICT jejaring sosial pun ikut meramaikan
opini terkait proses pencalegan yang dilakukan oleh sebagian besar partai
politik yang dinyatakan lulus verifikasi oleh KPU.
16. Banyak informasi yang sampai ke ruang
dengar kita yang mensinyalir berbagai unsur stratifikasi sosial berlomba-lomba
untuk menjadi bacaleg pada partai politik tertentu. Sebut saja politisi yang
sesungguhnya, tokoh masyarakat, pengusaha dan bahkan yang paling hangat adalah
proses pencalonan kalangan artis yang telah mendaftar diri pada partai politik
tertentu untuk berpartisipasi pada Pemilu 2014 mendatang.
17. Setumpuk alasan pun dikedepankan. Sejak
dari animo menciptakan perubahan, perbaikan bangsa, hingga hasrat
berpartisipasi dalam pengambilan kebijakan. Demikian segala dalih yang
didendangkan para bacaleg ketika ditanya tetang motivasi masuk deretan daftar
bacaleg pada partai politik yang diminati.
18. Di sisi lain, yang seolah terkesan
normatif, secara nyata sebenarnya masyarakat sudah mulai cerdas menyikapi
Pemilu 2014. Sebuah problematika krusial antara masyarakat dan elite politik,
mencuatnya krisis kepercayaan. Jika tidak dituntaskan lebih dini dalam
rentang perjalanan menuju Pemilu 2014 ini, dinilai akan mampu merusak rangkaian
proses demokrasi yang teraktualisasi dalam Pemilu 2014.
19. Krisis kepercayaan bagai cendawan tumbuh
dalam sebagian besar masyarakat Indonesia sebagai efek dari berbagai persoalan
elite politik yang cenderung dekat dengan perilaku penyimpangan dan pembusukkan
politik seperti korupsi, mark-up anggaran, suap, sampai kepada grativikasi.
20. Etika menjadi sebuah keharusan dalam
wacana perbaikan dalam tubuh partai politik. Partai politik sebagai wadah
pendidikan politik masyarakat menyadarkan akan arti pentingnya peran masyarakat
dalam sebuah demokrasi. Sejalan dengan itu perlu pendidikan etika terhadap
bacaleg yang diusungnya, sehingga caleg yang dihasilkan memiliki kapabilitas,
berdedikasi, integritas dan komitmen dalam mengemban amanah rakyat.
21. Ada beberapa nilai etika bagi elit politik
yang harus ditata ulang oleh partai politik.
a. Etika Ketaqwaan
b. Etika Kemanusiaan
c. Etika Kebersamaan
dan Kebangsaan
d. Etika Kerakyatan
e.
Etika Keadilan