TGL
PENYERAHAN RESUME :
NAMA : BADRUSSALAM MUCHTAR,
S.Pd.I
UTUSAN : MATHLA’UL ANWAR
MATA
KULIAH : WAWASAN KEBANGSAAN
DOSEN : Dr. WAWAN. H. PURWANTO
JENIS
TUGAS : RESUME
TGL.
MATERI : MINGGU, 07 JULI 2013
Dari
Mata Kuliah Wawasan Kebangsaan dapat diambil beberapa kesimpulan (Resume)
diantaranya :
1. Guna mempererat
kebersamaan, memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. senantiasa meningkatkan
kewaspadaan dan kesiapsiagaan dengan membangun kebersamaan dengan segenap
komponen bangsa, guna menghadapi setiap ancaman yang dapat mengganggu
kedaulatan keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa.
2. Di tengah kondisi politik yang serba tidak
stabil, isu terorisme muncul secara global. Pemerintah tidak punya pilihan
untuk tidak ikut serta dalam perang melawan terorisme. Kondisi diperburuk
dengan munculnya berbagai peristiwa yang secara sepintas dapat dijadikan bukti
kasat mata bahwa Indonesia merupakan salah satu sarang teroris, seperti
peristiwa bom Bali, bom di Hotel J.W. Marriot, dan di depan kedubes Australia
di Jakarta. Terlepas dari benar tidaknya fakta yang ada, penangkapan terhadap
Omar Faruq, Amrozi dkk, Hambali di Thailand, serta tewasnya DR. Azhari, dan
tertangkapnya Abu Dujana semakin mengokohkan citra Indonesia sebagai sarang
teroris.
3. Gejala terorisme punya akar tersendiri
dalam kehidupan domestik, karena faktor teritorial, kemiskinan, pendidikan, dan
faktor sosial budaya. Tekanan asing yang tak dapat direspon dengan baik membuat
terorisme yang dipicu negara (state terrorism) menjadi sulit terkontrol.
Kebebasan dan keamanan warga (civil liberties) pun terancam, sedang negara
menjadi sasaran adu domba kekuatan asing yang ingin mencengkeram.
4. Masalah keamanan lain adalah gejala
separatisme di wilayah yang kaya sumber daya alam semisal Aceh, Papua, Riau,
Kalimantan Timur dan sebagainya. Gerakan ini memperoleh justifikasi dari
sejarah penganaktirian yang berkepanjangan. Jalan dialog tertutup saat semangat
desentralisasi bangkit. Padahal, yang dibutuhkan sebenarnya adalah proses
komunikasi dan ruang partisipasi antar kelompok etnik dan agama serta golongan
sosial-ekonomi yang beragam. Sebagaimana kerepotan di tingkat lokal, maka
secara nasional kesulitan mencari figur pemersatu antar kelompok etnik dan
warga daerah yang amat majemuk seperti Indonesia adalah ujung yang dihadapi.
Nasib NKRI berada di tepi jurang perpecahan,bila alternatif penyelamatan tak
kunjung disepakati.
5. Masalah radikalisme
yang menguat di era reformasi sebagai akibat iklim keterbukaan, kebebasan yang
luas mengambil bentuk pemaksaan kehendak dengan jalan kekerasan. Secara
teoritis keterbukaan dan kebebasan memberikan akses yang luas dan pengelolaan
aspirasi masyarakat yang lebih baik, artinya berbagai kehendak yang tumbuh
dalam tatanan kehidupan masyarakat dapat mengalir dengan baik melalui jalur
tatanan politik nasional, sehingga tidak memungkinkan tumbuhnya penyaluran
aspirasi melalui pemaksaan kehendak di luar jalur konstitusional, apalagi
dengan cara kekerasan.
6. Di sisi lain peran negara dalam menciptakan
saluran aspirasi, keadilan, kesejahteraan dan keamanan serta penegakan hukum
dirasakan masih belum mantap. Tidak harmonisnya hubungan kemitraan dan kurang
lancarnya komunikasi politik antara pihak eksekutif dengan lembaga legislatif,
antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, antara Pemerintah dengan
Rakyat, dan antara Lembaga Legislatif dengan Rakyat, dapat berakibat negatif
bagi tumbuhnya radikalisme.
7. Kondisi ini dapat membahayakan stabilitas
nasional, bila kita tidak waspada dan mengambil langkah-langkah pencegahan dan
penangkalan. Implementasi kewaspadaan nasional, yang membuat kita menjadi peka,
siaga dan sigap terhadap ancaman, untuk kemudian mengambil langkah-langkah
perbaikan pengelolaan aspirasi, kesejahteraan dan keamanan dapat menangkal
tumbuhnya radikalisme di Indonesia. Upaya penting untuk menurunkan tensi
gerakan radikal di Indonesia adalah demokratisasi dan keterlibatan Islam
politik di parlemen. Skenario tersebut sebenarnya adalah menciptakan saluran
aspirasi dari gerakan jalanan menuju ruang-ruang parlemen yang lebih
terkontrol.
8. Dalam bidang pertahanan, Indonesia
tergolong rawan dan lemah, bahkan dibandingkan dengan kondisi negara-negara di
kawasan Asia Tenggara. Selama ini sarana pertahanan dan keamanan tergantung
pada dukungan satu poros, yakni AS dan sekutunya
9.
Indonesia sebagai negara kesatuan pada dasarnya dapat mengandung potensi
kerawanan akibat keanekaragaman suku bangsa, bahasa, agama, ras dan etnis
golongan. Hal tersebut merupakan faktor yang berpengaruh terhadap potensi
timbulnya konflik sosial. Dengan semakin marak dan meluasnya konflik
akhir-akhir ini, merupakan suatu pertanda menurunnya rasa nasionalisme di dalam
masyarakat.
10.
Seiring dengan pembangunan alutsista TNI, upaya untuk meningkatkan
kualitas peran sosial-politik TNI terus dilakukan dalam rangka pembangunan
nasional di bidang sosial-politik. Salah satu kegiatan penting dalam
peningkatan kualitas peran sosial-politik TNI adalah dengan secara aktif mendorong
kehidupan masyarakat yang makin demokratis berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 melalui penciptaan kondisi yang makin kondusif,
keterbukaan melalui dialog, dan penegakan hukum yang dilaksanakan konsisten.
11.
Terkait konflik komunal tentang sengketa
lahan yang terjadi di beberapa wilayah akhir-akhir inidapat ditangani dengan
baik bila Kepala Daerah dan jajarannya memahami akar permasalahannya sehingga
konflik tidak meluas.